Monday, 01 January 2022

Apa yang Terjadi dengan Mode Fashion Pasar Menengah?

Sekeras inikah pukulan pandemi bagi ekosistem fashion pasar menengah? Tentunya, pandemi juga membatalkan banyak agenda peragaan busana.
January 17, 2023  | Utari Ayuningtyas
fashion pasar menengah
 

Masa pandemi Covid-19 membuat berbagai sektor bisnis terganggu. Termasuk fashion pasar menengah mengalami pasang surut secara signifikan. Terlihat dari berbagai merek mewah hingga ritel tradisional mengalami kebangkrutan di beberapa cabangnya. Business of Fashion mencatat bahwa industri fashion mengalami penurunan sekitar 34 persen pada awal tahun 2020 yang mengakibatkan laba turun hingga 90 persen berdasarkan analisis McKinsey Global Fashion Index.

Merek terkenal Brooks Brothers, yang dikenal pernah membuatkan setelan untuk Presiden AS mengalami krisis keuangan akibat pandemi Covid-19

Krisis diperparah karena ada pergeseran tren busana kerja dari pakaian resmi menjadi lebih kasual, seperti dilaporkan The Sydney Morning.

Melihat hal itu, kenyamanan saat ini menjadi perhatian utama bagi para konsumen, mengarah pada pakaian kasual ataupun olahraga yang cocok untuk lingkungan profesional dan tempat hiburan. Tak hanya itu, para pelaku usaha telah beralih ke pengecer potongan harga (off-price), fast fashion, dan lebih keberlanjutan pada lingkungan.

Hal ini terjadi karena perubahan pola konsumsi masyarakat yang saat itu lebih memprioritaskan pada kebutuhan pokok dan kesehatan. Beberapa fashion show pun turut di batalkan pasca pandemi. Disisi lain, penyebab utama kehancuran sektor ini terletak pada penurunan ekonomi dan kelas menengah. Mulai dari banyaknya perusahaan lay-off sehingga hilangnya pendapatan, berkurangnya aktifitas di luar dan ketidakpastian ekonomi menyebabkan konsumen mengurangi pengeluaran dan meningkatkan tabungan mereka. 

Baca juga:   Awal Tahun 2024 yang Ceria, UNIQLO x Marimekko Luncurkan Koleksi Terbaru yang Unik

Keterbatasan aktifitas diluar pasca pandemi membuat berbagai upaya dilakukan untuk mempertahankan bisnis mereka salah satunya dengan memanfaatkan teknologi digital

Tak heran jika aktifitas masyarakat pasca pandemi terhadap teknologi digital mengalami peningkatan. Strategi pemasaran pun sangat di perhatikan oleh para pelaku fashion pasar menengan. Banyak saat ini para pelaku fashion bermunculan melalui media digital, memanfaatkan e-commerce dan media sosial menjadi alternatif industri fashion pasca pandemi. Hal ini dapat terus berlanjut meski pandemi berakhir karena belanja secara online menawarkan berbagai fitur kemudahan dengan harga relatif murah disertai dengan berbagai promo menarik.

Menurut CEO Branding Agency Red Antler, "Orang saat ini lebih cenderung membeli satu produk yang berkualitas tinggi atau jauh lebih murah daripada beberapa produk yang cukup bagus tapi tidak terlalu berkualitas." Secara khusus, dia melihat pelanggan berinvestasi pada merek yang memiliki misi atau tentang keberadaan mereka yang selaras dengan nilai-nilai mereka selama masa krisis, seperti mendukung para petugas kesehatan dan lebih peduli lingkungan.

Di masa lalu, loyalitas merek penting dalam industri fashion

Sementara saat ini layanan pelanggan lebih penting dari sebelumnya, orang juga lebih peduli tentang keterjangkauan, keberlanjutan, dan tren mode cepat. Walaupun beberapa konsumen kelas menengah atas, orang kaya, dan ultra kaya tidak tersentuh krisis dan berkomitmen untuk membeli lebih sedikit dengan nilai lebih tinggi. Ini terjadi karena mereka tidak dapat bepergian atau makan di luar yang akhirnya membeli barang-barang mewah sebagai hiburan. Hal ini mengakibatkan kelas atas seperti Christian Dior atau Gucci relatif kebal terhadap gejolak ekonomi. 

Di pasar massal, penjualan di H&M sebagai raksasa mode cepat kembali ke tingkat pra-pandemi. Profitabilitas lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya. Beberapa merek ketinggalan jaman mungkin hilang tetapi beberapa wajah baru terlihat jauh lebih mengancam pangsa pasar raksasa pasar massal. Perusahaan seperti Shein, Asos Inggris atau Zalando Jerman memiliki inovasi digital yang lebih besar daripada kebanyakan offline H&M dan Zara.

Baca juga:   Dampak dan Solusi Fast Fashion pada Ekosistem Hutan

Melihat hal ini, beberapa konsumen pasar menengah tidak hilang hanya saja lebih memperhatikan kebutuhan. Pendekatan orang terhadap tren surut lebih cepat dari biasanya. Dengan meningkatnya inflasi dan kesengsaraan ekonomi, orang akan lebih berhati-hati dimana mereka akan membelanjakan uang mereka. Untuk itu saat ini, bagaimana cara agar bisa mempertahankan perhatian mereka dan para pelaku bisnis fashion.

Kesimpulan

Tentunya para desainer perlu mengikuti tren forecasting atau memprediksi tren di masa mendatang melalui riset data dan perilaku gaya konsumen. Biasanya, desainer akan memprediksi tren fashion pada akhir tahun ketika menjelang tahun baru. Selain itu, memprediksi tren fashion selama masa pandemi juga memberikan referensi fashion pasar menengah untuk tetap menunjukkan eksistensi.

Semoga bermanfaat.


With Laruna, you can combine your love for fashion and the planet by choosing sustainable options that fit your style and contribute to positive changes. Want to join Laruna as a content contributor? We'd love to spend time with you!

Reference: 
https://www.voguebusiness.com/consumers/what-comes-after-legacy-mid-market-retail-covid-19 (Di akses pada: 28 November 2022)

https://www.businessoffashion.com/reports/global-markets/the-state-of-fashion-2020-coronavirus-update-bof-mckinsey-report-release-download/ (Di akses pada: 28 November 2022)

Copyright © 2023 - Style by Laruna - All rights reserved
chevron-down linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram