Monday, 01 January 2022

Kualitas atau Status Kelas? Mengulik Fenomena Loud dan Quiet Luxury

Perbedaan loud dan quiet luxury ini menjadi salah satu bentuk perkembangan fashion yang memberikan kemudahan dalam strategi pemasaran di bisnis fashion.
February 14, 2023  | Melisa Nirmaladewi
 

Pernahkah kamu melihat brand fashion yang tampak menonjolkan logonya di setiap line fashion-nya? Atau brand yang bahkan tidak menonjol dari segi logo atau simbol, namun memiliki ciri khas dari segi bentuk atau bahannya? Jika iya, kamu sudah menemukan bentuk fenomena dari loud luxury dan quiet luxury. 

Pengkategorian fashion digunakan untuk membedakan kelompok brand dari sisi karakteristik hingga spesifikasi untuk menargetkan target pasar khusus. Untuk memahami perbedaan loud luxury dan quiet luxury dan memahami fenomena lebih lanjut dalam bisnis fashion, simak penjelasan di bawah, yuk!

Loud vs. Quiet Luxury

Sesuai Namanya, loud luxury adalah brand fashion yang menampilkan logo khas dari produk tersebut sehingga ketika terlihat, orang-orang bisa langsung menangkap brand dari produk tersebut. Kita bisa mudah mengetahui produk dari Louis Vuitton dengan logo LV mereka yang khas, atau Gucci dengan tulisan GUCCI khas di produk pakaian atau tas mereka.

Mengenakan produk yang memiliki statement loud dalam loud luxury ini memiliki kaitan erat dengan upaya seseorang dalam menunjukan status sosial mereka. Hal ini dijelaskan juga oleh penelitian yang dilakukan oleh professor Glyn Atwal dan Alistair William, para konsumen loud luxury menggunakan produk ini sebagai cara untuk menunjukkan kelas dan status mereka, sekaligus membangun identitas agar bisa mendapat pengakuan di lingkungan tertentu. Sebagai contoh, seorang anak muda dalam sirkel hypebeast misalnya, memutuskan untuk membeli hoodie Supreme atau BAPE karena produk tersebut dianggap sebagai brand yang high class di lingkungan pertemanannya. Memiliki hoodie dari brand tersebut juga memberikan kepuasan tersendiri sebagai upaya untuk menunjukkan status dari kekayaan yang ia miliki sekaligus perasaan untuk diterima dalam sebuah sirkel hypebeast yang high class.

Sumber: instagram.com/burnellocucinelli_brand

Kebalikan dari loud luxury, quiet luxury menawarkan produk mereka secara lebih halus dan tersirat. Kekuatan dari brand quiet luxury tidak ditampilkan dengan logo brand yang tampak menonjol secara tersurat, mereka menampilkannya melalui kualitas dari bahan yang digunakan, keindahan tampilan dari suatu produk, hingga craftsmanship. Sesuai namanya juga, quiet luxury juga melakukan pemasaran dalam platform dan medium tertentu. Mereka melakukannya secara elegan untuk dapat menyasar kalangan kelas tertentu yang memiliki selera yang spesifik sehingga promosinya cenderung dilakukan dalam medium khusus bahkan bersifat tertutup.

Baca juga:   Koleksi Terbaru Brand Dunia di Pagelaran Autumn/Winter 2023

Mengenal Luxury Marketing

Penetapan jenis fashion antara loud dan quiet luxury ini digunakan dalam strategi marketing agar bisa menyentuh target konsumen yang tepat. Dalam luxury fashion, terdapat model marketing yang digunakan untuk membedakan persona pembeli berdasarkan keinginan dan kemampuan mereka dalam membeli barang. Model marketing ini disebut dengan The 4 Persona yang dicetuskan oleh Han, Nunes, dan Dreze. Model ini didasarkan pada bagaimana konsumen dapat diprofilkan untuk pembelian barang mewah menjadi 4 basis konsumen yang jelas: Patricia, Parvenus, Poseur, dan Proletar. Dari ke-4 basis konsumen tersebut, Patricia dan Parvenus adalah basis yang bisa menggambarkan bagaimana intensi dan kelas sosial bisa mempengaruhi keputusan dalam memilih suatu brand luxury fashion.

Patricia 

Konsumen ini dikenal sebagai kalangan old money atau Orang Kaya Lama. Kelompok ini merupakan orang-orang yang pada dasarnya tidak lagi membutuhkan pengakuan dari logo menonjol yang terlalu ‘norak’ bagi mereka. Patricians lebih suka memakai brand fashion yang termasuk ke dalam quiet luxury. Mereka biasanya adalah konsumen yang sangat berkembang yang telah melewati standar pembelian "label desainer" dan memilih untuk belanja di butik dan gerai khusus.

Beberapa contoh brand quiet luxury yang digunakan oleh Patricians:

Bottega Veneta

Sesuai dengan slogannya, ‘’Your initials will be enough’’, brand asal Italia ini berfokus pada kualitas dan desain tanpa menonjolkan logo secara gamblang.

Dikenal dengan produk berbahan kulitnya yang khas, Bottega Veneta memiliki beberapa desain klasik yang menjadi ikon dalam koleksinya. Salah satunya yang paling ikonik adalah teknik anyaman di koleksi tasnya yang dikenal dengan nama interciatto.

The Row

Sumber: The Row

Didirikan oleh Olsen sisters, The Row merupakan brand yang menonjolkan desain elegan dengan menggunakan bahan berkualitas, detail yang sempurna, serta jahitan yang presisi di setiap koleksinya.

Baca juga:   Columbia Sportswear: Inovasi Produk Jaket Berteknologi Omni-Heat Infinity

Kiton

Menggabungkan penampilan kasual dan formal dalam setiap koleksinya, membuat Kiton menjadi salah satu ready-to-wear high end fashion yang digemari banyak fashion enthusiast.

Setiap koleksi pakaian Kiton dibuat secara presisi dengan tangan menggunakan teknik dan tradisi haute couture Neapolitan yang membuat brand ini unggul secara kualitas.

Brioni

Mewah tanpa terlihat berlebihan sangat cocok mendeskripsikan Brioni.

Sumber: Brioni

Selain memiliki koleksi yang klasik dan sederhana, Brioni juga dikenal sebagai brand yang telah menerapkan konsep circular fashion dalam setiap proses produksinya.

Max Mara

Max Mara dikenal dengan brand yang memberikan kesan glamor dan chic dalam balutan busana tradisional tetapi dengan nuansa modern kontemporer.

Sumber: Max Mara

Style Max Mara dibuat untuk para perempuan modern yang ingin tampil effortlessly chic.

Parvenus 

Berbeda dengan Patricia yang cenderung menonjol dengan ‘’kalem’’, kelompok konsumen ini lebih suka memberikan sinyal yang lantang dan tersurat. Parvenus menyukai produk-produk yang menunjukan brand logo produk mewah yang mereka kenakan atau disebut logomania. Golongan ini kerap disebut sebagai Orang Kaya Baru (OKB) dan mendambakan untuk bisa selevel dengan para Patricians.

Contoh brand loud luxury yang dikenakan oleh Parvenus:

Louis Vuitton

loud luxury dan quite luxury
Sumber: Louis Vuitton

Terkenal sebagai salah satu merek mewah paling terkenal di dunia, Louis Vuitton identik dengan leather goods kelas atas, tas monogram ikonik, hingga koleksi mode yang modern.

Yves Saint Laurent (YSL)

loud luxury dan quite luxury
Sumber: YSL

YSL dikenal sebagai salah satu pionir yang memperkenalkan style unisex. Setiap koleksinya memiliki desain yang timeless dan sarat akan sentuhan seni.

Gucci

Gucci gang Gucci gang Gucci gang. Siapa yang tidak mengenal logo double G atau Gucci stripe-nya yang khas?

loud luxury dan quite luxury
Sumber: Gucci

Dari logo khas yang menonjol tersebut sekaligus menunjukkan posisi Gucci sebagai brand mewah yang memberi tampilan elegan bagi pemakainya.

Baca juga:   Adu Gaya 4 Member BLACKPINK di Paris Fashion Week 2024

Prada

loud luxury dan quite luxury
Sumber: Prada

Selain logo segitiga Prada-nya yang khas, brand ini dikenal dengan perpaduan desain minimalis untuk tampilan tradisional dengan sentuhan modern.

Dior

Style khas Dior sarat akan koleksinya yang selalu menegaskan clean lines, bentuk geometris, dan full skirt di setiap koleksinya.

Dior juga memastikan di setiap koleksinya memiliki detail siluet yang tajam dan presisi.

Baik loud dan quiet luxury memiliki ciri khas dan keunggulan masing-masing yang disesuaikan dengan preferensi konsumen serta perkembangan zaman yang turut mempengaruhi tren. Perbedaan ini juga bisa membantu konsumen untuk memilih brand yang tepat sesuai kebutuhan; kebutuhan yang didasarkan atas kualitas atau kebutuhan untuk mendapat pengakuan kelas sosial. 


With Laruna, you can combine your love for fashion and the planet by choosing sustainable options that fit your style and contribute to positive changes. Want to join Laruna as a content contributor? We'd love to spend time with you!

Reference: 
https://www.thedrum.com/opinion/2020/02/26/shout-or-whisper-dissecting-quiet-and-loud-luxury (Diakses pada: 2 November 2022)

Han, Jee & Nunes, Joseph & Drèze, Xavier & Marshall,. (2010). Signaling Status with Luxury Goods: The Role of Brand Prominence. Journal of Marketing

https://www.forbes.com/sites/forbesbusinesscouncil/2022/05/11/tapping-into-quiet-and-loud-luxury/?sh=4f5aa6dc3e6b (Diakses pada: 2 November 2022)
Copyright © 2023 - Style by Laruna - All rights reserved
chevron-down linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram