Jember Fashion Carnaval (JFC) telah menjadi salah satu event fashion terbesar dan paling spektakuler di Indonesia, bahkan dunia. Namun, tahukah Anda bahwa karnaval megah ini bermula dari sebuah acara keluarga sederhana? Mari kita telusuri sejarah perjalanan JFC dari awal hingga menjadi fenomena global.
JFC bukan hanya sekadar peragaan busana, tetapi juga sebuah perayaan seni, budaya, dan kreativitas. Setiap tahunnya, JFC mengangkat tema yang berbeda-beda, mulai dari sejarah hingga isu-isu sosial. Kostum-kostum yang digunakan pun sangat unik dan spektakuler, hasil karya para desainer lokal maupun internasional.
Dikutip dari laman resmi Kemendikbud, JFC bermula dari keberadaan rumah mode yang didirikan oleh Dynand Fariz pada 1998. Rumah mode yang bernama Dynand Fariz International High Fashion Center itu didirikan sebagai wujud apresiasi dan kontribusi Dynand di dunia fashion.
Pada tahun 2001, setelah pulang belajar dari ESMOD Paris, Dynand memulai Pekan Mode di rumah mode miliknya. Antusiasme masyarakat terhadap pawai rumah mode yang digelar menginspirasi Dynand untuk menggelar sebuah karnaval yang lebih besar.
Tahun 2003, Dynand dan tim mulai merancang konsep karnaval secara matang. Tujuannya bukan hanya sekadar menggelar acara yang meriah, tetapi juga memberikan dampak positif bagi masyarakat Jember. Dengan visi yang besar, JFC pun lahir.
Bertepatan dengan hari jadi Kota Jember pada awal tahun 2003, JFC resmi diluncurkan di Alun-alun Jember. Ajang perdana ini diikuti oleh 50 peserta yang berasal dari karyawan rumah mode Dynan Fariz dan salon-salon milik keluarganya. Dengan semangat yang membara, para peserta menampilkan tiga defile menarik, yaitu Punk, Gipsy, dan Cowboy, yang menjadi cikal bakal kesuksesan JFC di masa mendatang.
Melihat antusiasme masyarakat yang tinggi pada JFC pertama, Dynand dan tim langsung menggelar JFC kedua di tahun yang sama, bersamaan dengan acara gerak jalan Tanggul-Jember. Pada JFC kedua ini, defile yang ditampilkan mengangkat tema negara-negara Arab, Maroko, India, Jepang, dan China.
Awalnya, JFC sempat mendapat tantangan dari pemerintah daerah. Namun, kegigihan Dynand dan dukungan masyarakat akhirnya membuahkan hasil. JFC terus berkembang dan semakin dikenal hingga ke mancanegara.
Pada Juli 2019, Dynand Fariz telah merancang JFC ke-18 dengan tema 'Tribal Grandeur'. Sayangnya, ia tidak sempat menyaksikan pagelaran akbar ini. Sebagai bentuk penghormatan kepada Dynand, JFC ke-18 tetap digelar dengan meriah. Pada saat itu, desainer Anne Aventie turut berpartisipasi dengan menampilkan koleksi terbarunya, menambah semarak acara ini.
Saat ini, kepemimpinan JFC telah beralih tangan. Budi Setiawan, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Yayasan Jember Fashion Carnaval, kini resmi menjadi Presiden JFC.
JFC kini menjadi wadah bagi para desainer untuk mengeksplorasi kreativitas tanpa batas. JFC telah menjadi magnet bagi wisatawan baik domestik maupun mancanegara, sehingga berkontribusi pada perkembangan pariwisata Jember.
JFC juga memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat sekitar, terutama bagi para pengrajin dan UMKM. JFC telah berhasil menempatkan Indonesia di peta fashion dunia. Karnaval ini telah menjadi bukti bahwa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa.
JFC juga telah membuktikan bahwa seni dan budaya dapat menjadi kekuatan yang dapat menyatukan masyarakat. JFC juga membuktikan bahwa budaya lokal dapat bersaing di tingkat internasional dan menjadi kebanggaan bangsa.