Industri fashion terus mengalami pertumbuhan positif, tak mengherankan jika saat ini fashion bukan hanya sebagai kebutuhan primer, namun lebih dari itu fashion sebagai suatu kebutuhan dalam memenuhi kepuasaan tersendiri terhadap karakter atau identitas seseorang. Melihat berkembangnya industri fashion saat ini, tak dipungkiri fashion menjadi industri paling berpolusi kedua di dunia. Murahnya harga pakaian telah membuat orang-orang membeli lebih banyak pakaian daripada sebelumnya.
Pakaian saat ini pun semakin dianggap sebagai barang sekali pakai, dimana jauh melampaui produksi koleksi musim oleh para designer yang biasanya dikeluarkan empat kali per tahunnya.
Pasalnya, industri fesyen membutuhkan banyak kreasi melalui potongan berbagai material kain yang turut menghasilkan limbah. Lebih lanjut, pakaian yang sudah jadi pun kerap kali hanya digunakan dalam waktu singkat sehingga baju tak terpakai akan menumpuk dan kembali menghasilkan limbah baju tak terpakai.
Banyak dari kita akan dengan mudah merundung brand popular seperti H&M atau Zara yang desain utamanya adalah mengulang runway design, dengan cepat menyetok pasang baju, dan mempertahankan harga agar tetap rendah. Apalagi keduanya telah mempublikasikan inisiatif mereka terhadap lingkungan yang ditunjukkan sebagai bentuk perbaikan “kesalahan” mereka.
Konsep fast fashion sendiri bergantung pada keuntungan yang terus meningkat dengan produksi yang tinggi dan biaya produksi yang lebih rendah, namun mampu memenuhi permintaan konsumen seiring dengan perubahan tren yang ada di pasar. Berdasarkan World Economic Forum industri fashion global menghasilkan lebih dari 100 hingga 150 miliar item pakaian per tahun. Tak mengherankan jika fashion industri menyumbang delapan hingga sepuluh persen emisi gas rumah kaca global dan limbah tekstil.
Sejumlah pakaian yang tidak terjual pada beberapa perusahaan pun terpaksa melakukan pembuangan dengan dibakar untuk mengurangi kualitas produk terhadap harga diskon pada produk mereka.
Tak hanya itu, limbah industri juga mempengaruhi terhadap air, bahan kimia akibat pengolahan kain serta mikroplastik yang terdapat pada bahan tekstil yang terbuang ke saluran air dan tidak bisa terurai secara alami. Sehingga dapat memberikan ancaman serius bagi kehidupan ekosistem bawah laut dan rantai makanan yang akhirnya akan kita konsumsi.
Tidak hanya berdampak buruk pada lingkungan, industri fast fashion menekan biaya produksi mereka dengan memberi gaji rendah pada buruh pabrik terlepas dari jam kerja mereka yang sangat panjang. Di luar kompensasi, standar Kesehatan yang tidak sesuai standar mengakibatkan kecelakaan kerja dan mengancam jiwa menjadi perhatian utama para pekerja industri garmen.
Dalam beberapa kasus perusahaan seringkali tidak menyediakan lingkungan kerja yang manusiawi terhadap para pekerja, seperti pada proses produksi fast fashion para pekerja terpaksa menghirup debu dan serat halus setiap harinya dari produksi tekstil. Hal ini akan memicu penyakit paru-paru, kanker dan lainnya. Negara-negara manufaktur garmen utama termasuk Myanmar, Kamboja, Bangladesh dan Vietnam dianggap sebagai "risiko ekstrem" untuk perbudakan modern.
Untuk itu diperlukan perubahan yang bijaksana, seperti sustainable fashion yang menggunakan metode berkelanjutan. Berbeda dengan fast fashion, sustainable fashion lebih berfokus pada etika dan juga lingkungan. Mereka mempromosikan lingkungan kerja yang lebih sehat dengan mengambil tindakan ekstra untuk memastikan keselamatan dan memberikan upah layak huni bagi para pekerja.
Keberlanjutan telah menjadi fokus utama merek fashion dalam dekade terakhir. Zara dari Inditex berkomitmen bahwa 50% barang yang dijualnya pada tahun 2022 akan dibuat dengan bahan daur ulang dan “kapas yang tumbuh secara ekologis”. Merek lain–seperti Boohoo , H&M , dan Kering (grup yang mencakup rumah mewah Gucci, Saint Laurent, dan Alexander McQueen)–telah merilis laporan keberlanjutan yang merinci sasaran untuk menggunakan lebih banyak bahan daur ulang atau organik.
Sebagai masyarakat, kita juga perlu untuk turut berkontribusi untuk bumi yang lebih baik, seperti hal kecil yang perlu kita pertimbangkan dalam menggunakan seberapa banyak pakaian yang cukup untuk kehidupan sehari-hari.
Pada tingkat individu, ini artinya lebih baik membeli lebih sedikit pakaian baru, serta mempertimbangkan kembali dari mana pakaian kita berasal. Membeli pakaian bekas lokal atau menggunakan jasa sewa adalah cara mengubah lemari pakaian kamu dengan dampak lingkungan yang lebih rendah. Lalu, bisakah fast fashion berkelanjutan? Tentu bisa, asalkan kita bisa bijaksana dalam mengelola pakaian!
With Laruna, you can combine your love for fashion and the planet by choosing sustainable options that fit your style and contribute to positive changes. Want to join Laruna as a content contributor? We'd love to spend time with you!