Thrifting, atau kegiatan mencari barang bekas yang masih layak pakai dan bernilai di toko barang bekas atau pasar loak, telah menjadi tren yang semakin populer di seluruh dunia.
Dalam beberapa tahun terakhir, thrifting telah melampaui batasan sosial dan menjadi pilihan gaya hidup bagi banyak orang. Atas hal tersebut, thrifting terus menjadi sebuah hal yang pro dan kontra. Maka dari itu, perlu bagi kita untuk memahami dunia thrifting lebih dalam.
Artikel ini akan mengeksplorasi secara singkat untuk memahami lebih jauh terkait dunia thrifting, khususnya yang terkait fenomena thrifting di Indonesia. Simak ulasan menariknya dalam penjelasan berikut!
Dalam sebuah penelitian skripsi berjudul Pakaian Sebagai Komunikasi (Pemakaian Baju Bekas Impor Sebagai Media Untuk Mengkomunikasikan Identitas Sosial) karya Maria Stefani Putri Rizky dari Universitas Kristen Satya Wacana, baju yang dijual di thrift shop sebagian besar bukan baju bekas pakai, melainkan baju bekas impor. Untuk itu di Indonesia, ketika ada pakaian bekas impor yang dijual di Indonesia, dipastikan masuk secara ilegal dan hasil dari selundupan.
Menurut data Badan Pusat Statistik, kenaikan impor pakaian bekas di tahun 2022 sebanyak 623 persen jika dibandingkan dengan 2021. Diketahui sebenarnya praktik impor baju bekas telah dilarang oleh pemerintah sejak tahun 2015. Hal ini terus dipertegas melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51 Tahun 2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas.
Adapun bunyi peraturan tersebut sebagai berikut:
Tak tanggung-tanggung, Presiden RI Joko Widodo pun pernah menegaskan agar menindak tegas pelaku usaha baju bekas impor untuk diawasi dan ditindak, lantaran dianggap bisa mengganggu industri tekstil dalam negeri.
Kendati banyak mengundang pro dan kontra, berikut terdapat sisi positif dari adanya tren thrifting yang berkembang di kalangan masyarakat. Berikut merupakan sisi positif yang terjadi dari adanya tren thrifting:
Salah satu alasan utama orang terjun ke dunia thrifting adalah untuk menghemat uang. Barang-barang bekas yang dijual biasanya jauh lebih murah dibandingkan dengan barang baru. Dengan thrifting, seseorang dapat memperoleh pakaian, perabotan rumah tangga, atau aksesori mode dengan harga yang terjangkau dan bahkan mendapatkan merek terkenal dengan harga yang lebih murah.
Thrifting mendukung konsep keberlanjutan dan pengurangan limbah. Dengan membeli barang bekas, kita secara tidak langsung mengurangi jumlah barang baru yang diproduksi dan kemungkinan barang bekas tersebut akan berakhir di tempat pembuangan sampah. Thrifting membantu dalam mengurangi dampak negatif industri mode yang cenderung berlebihan dan tidak ramah lingkungan.
Thrifting memungkinkan orang untuk mengeksplorasi gaya pribadi mereka secara unik dan kreatif. Dengan berbagai pilihan barang bekas yang tersedia, seseorang dapat menemukan item yang jarang, unik, atau klasik yang mungkin tidak ditemukan di toko-toko konvensional. Thrifting memberikan kesempatan untuk menciptakan tampilan yang berbeda dan memadukan pakaian dan aksesori yang tidak biasa.
Kesimpulannya, dunia thrifting memiliki sisi pro dan kontra yang perlu dipertimbangkan. Sementara thrifting dapat menjadi cara yang baik untuk menghemat uang, mendukung keberlanjutan, dan mengekspresikan kreativitas, juga perlu diingat bahwa itu membutuhkan waktu dan upaya ekstra, serta adanya risiko mendapatkan barang yang tidak sesuai dengan harapan.
Dalam mengambil keputusan untuk terjun ke dunia thrifting, penting bagi setiap individu untuk mempertimbangkan berbagai macam faktor dan menyesuaikannya dengan kebutuhan dan preferensi yang diminati. Jadi usahakan tetap bijak dalam memilih dan menampilkan gaya berpakaian yang kamu minati ya!
With Laruna, you can combine your love for fashion and the planet by choosing sustainable options that fit your style and contribute to positive changes. Want to join Laruna as a content contributor? We'd love to spend time with you!