Di balik potongan-potongan kain sisa yang dulu dianggap limbah, kini hadir tren patchwork yang penuh warna dan cerita. Teknik menjahit potongan kain berbeda menjadi satu kesatuan ini, telah berevolusi dari awalnya solusi praktis menjadi simbol gaya berani dan kesadaran berkelanjutan.
Pada beberapa tahun terakhir, patchwork telah merebut hati para desainer, selebritas, hingga pecinta fashion lokal yang ingin tampil beda. Ia bukan lagi soal nostalgia atau kerajinan tangan nenek di rumah, karena kini patchwork tampil sebagai elemen utama dalam koleksi runway, streetwear, hingga modest fashion yang edgy.
Naiknya tren patchwork di Indonesia bersamaan dengan tumbuhnya kesadaran akan pentingnya fashion yang tidak hanya indah dan terpadu. Tetapi juga bertanggung jawab terhadap berbagai aspek, termasuk dampaknya pada lingkungan, hak asasi manusia, serta keberlanjutan ekonomi.
Patchwork sebenarnya bukanlah hal baru, karena teknik ini sejak lama digunakan dalam budaya tekstil berbagai negara mulai dari quilting di Amerika, boro dari Jepang, hingga kain perca batik dan lurik di Indonesia. Namun, patchwork dulu lebih dikenal sebagai upaya untuk menghemat kain atau memperbaiki pakaian yang robek.
Kini, patchwork justru naik pangkat. Desainer internasional seperti Jonathan Anderson (JW Anderson), Emily Bode, hingga Chloé telah memasukkan patchwork ke dalam koleksi mereka dengan gaya modern dan artistik. Potongannya tidak beraturan, perpaduan warna yang kontras, serta permainan tekstur menjadi daya tarik yang membuat patchwork terlihat fashion-forward.
Tren patchwork ini sangat fleksibel, sehingga tak hanya hidup di ranah high fashion, tapi juga menyusup ke berbagai gaya, seperti:
Lebih dari sekedar tren visual, patchwork menjadi lambang perlawanan terhadap fast fashion yang menyebabkan krisis limbah tekstil global. Sebab, patchwork hadir sebagai jawaban kreatif yang mampu mengubah potongan kain tak terpakai menjadi busana baru yang bernilai.
Banyak brand kini mulai mengadopsi teknik ini sebagai bentuk komitmen mereka terhadap fashion berkelanjutan. Beberapa di antaranya bahkan menggunakan limbah pabrik garmen atau sisa produksi, sebagai bahan dasar membuat koleksi mereka.
Indonesia pun tak ingin ketinggalan dan berada di dalam gelombang tren patchwork. Hal ini ditandai oleh sejumlah desainer dan UMKM kreatif yang telah menciptakan karya luar biasa dengan teknik ini. Berikut beberapa nama brand lokal yang patut dilirik, misalnya :
Selain brand, komunitas seperti Setali Indonesia yang juga mengedukasi publik tentang patchwork sebagai teknik daur ulang kreatif melalui workshop dan kampanye sosial.
Kalau kamu tertarik dan ingin mencoba gaya patchwork tapi belum tahu bagaimana cara memulainya, berikut beberapa tips mix & match yang bisa diikuti :
Di dunia yang semakin jenuh dengan tren instan dan baju seragam, patchwork hadir sebagai bentuk perlawanan yang kreatif. Gaya ini tidak hanya memancarkan keunikan personal, tapi juga membawa pesan keindahan dari potongan-potongan kain yang dulu tak dianggap penting.
Patchwork bukan sekedar tren, melainkan sebuah pernyataan. Dan bagi kamu yang ingin tampil beda tanpa kehilangan makna, inilah saatnya untuk menjadikan patchwork sebagai bagian dari lemari stylish kamu.
Temukan artikel fashion terlengkap hanya di Laruna, stay stylish, stay updated!