Hari Kartini selalu menjadi momen reflektif bagi banyak perempuan di Indonesia. Tapi tahun ini, ada satu kejutan menarik dari dunia fashion yang bikin kamu wajib menoleh, yakni koleksi baju Hari Kartini dari desainer Tanah Air, Wilsen Willim. Dirilis pada 17 April 2025 di Graha Bimasena, Jakarta, koleksi ini bukan sekadar perayaan gaya, tapi juga penghormatan mendalam untuk warisan perjuangan perempuan Indonesia.
Kalau kamu mengira peringatan Hari Kartini hanya identik dengan kebaya klasik dan sanggul rapi, siap-siap dibuat takjub dengan pendekatan baru dari Wilsen. Lewat koleksi kapsul ini, desainer muda berbakat itu menghadirkan narasi tentang Kartini yang lebih relevan dengan perempuan masa kini, yakni kuat, berani, tapi tetap memelihara sisi lembut dan autentik mereka.
Dengan mengaburkan batas antara maskulin dan feminin, koleksi baju Hari Kartini Wilsen Willim terasa seperti manifesto modern tentang emansipasi. Beskap yang biasanya identik dengan pria itu di tangan Wilsen disulap menjadi outfit powerful bagi perempuan.
Koleksi ini juga membuktikan bahwa busana tradisional Indonesia sangat bisa relevan di era modern. Dari motif plaid hingga sentuhan Eropa yang berpadu harmonis dengan kebaya encim dan janggan, semuanya mencerminkan Kartini sebagai perempuan Indonesia yang tak hanya maju, tapi juga mendunia.
Wilsen Willim menghadirkan koleksi yang benar-benar di luar dugaan. Tak lagi sekadar berkutat di kebaya konvensional, ia mengangkat beskap sebagai elemen utama koleksi. Pilihannya ini tentu bukan tanpa makna. Beskap selama ini lekat dengan identitas laki-laki Jawa, tapi di tangan Wilsen, ia menjadi simbol kekuatan perempuan.
"Kita main gender swapping juga karena beskap itu baju untuk laki-laki, tapi perempuan juga bisa mengenakannya sekarang," kata Wilsen dalam peluncuran koleksi ini.
Selain beskap, koleksinya juga menghadirkan kebaya janggan dan kebaya encim, yang mendapat twist modern dari motif plaid, tartan, window pane check, sampai Prince of Wales check. Gaya-gaya yang biasanya kita lihat di majalah fashion Eropa, kini hadir dalam bentuk pakaian khas Indonesia. Inilah bukti bahwa tradisi bisa menyatu dengan globalisasi jika diolah dengan sensitif dan penuh rasa hormat.
Penampilan koleksi juga diperkaya dengan wastra dari Aguna Kaya, aksesori klasik seperti Subeng, dan tas dari koleksi Lokallocal. Semuanya dirangkai dalam nuansa yang tetap etnik tapi juga sangat kontemporer. Makeup dari Philips Kwok dengan produk Dear Me Beauty menambahkan sentuhan akhir yang feminin dan fierce di saat bersamaan.
Lewat koleksi Hari Kartini ini, Wilsen Willim seakan ingin mengatakan bahwa fashion bukan sekadar soal penampilan, tapi juga pernyataan. Ketika perempuan mengenakan beskap, kebaya bermotif tartan, atau memadukan elemen budaya dengan gaya modern, mereka tidak hanya berpakaian, tetapi mereka juga menyuarakan sesuatu.
Kalau kamu ingin merayakan Hari Kartini dengan cara yang berbeda, koleksi ini bisa jadi inspirasinya. Bukan hanya karena indah secara visual, tapi juga karena sarat makna. Karena seperti kata Wilsen, fashion yang baik bukan hanya dilihat, tapi juga dirasakan baik oleh pemakainya, maupun oleh mereka yang menyaksikannya.
Di balik koleksi penuh makna ini, ada sosok Wilsen Willim, seorang desainer muda yang tak hanya berbakat, tapi juga punya perjalanan hidup luar biasa. Lahir dari keluarga keturunan Tionghoa, Wilsen harus mengungsi ke Singapura saat tragedi Mei 1998 pecah. Saat itu ia masih berusia lima tahun.
Pengalaman hidup di luar negeri membuat Wilsen terbuka pada banyak budaya dan gaya. Dari pengembaraan itu, ia merasa bahwa Indonesia adalah tempat di mana ia bisa benar-benar mengekspresikan dirinya. Setelah menimba ilmu fine art di Nanyang University dan fashion di Raffles College, ia akhirnya kembali ke Jakarta.
Wilsen memulai langkahnya di dunia mode dengan kemenangan di Bazaar Asia NewGen Fashion Award 2016. Sejak itu, namanya makin diperhitungkan. Desainnya dikenal karena pendekatan tailoring yang tajam, tema yang kuat, dan keberaniannya memadukan elemen maskulin dan feminin dalam satu tampilan.
Namun perjalanan Wilsen tidak selalu mulus. Ia pernah hampir kehilangan brand-nya sendiri karena konflik dengan partner bisnis. Tapi bukannya menyerah, ia justru belajar untuk lebih realistis dan lebih mendengarkan kebutuhan para pemakai busananya.
Inspirasi terbesarnya datang dari sang ibu, yang hingga kini belum pernah kembali ke Jakarta karena trauma masa lalu. Detail kincir yang sering muncul di karya Wilsen adalah bentuk penghormatan kepada sang ibu, mengingatkan ia pada momen masa kecil membuat kerajinan tangan bersama.
Keep up with the latest fashion trends! Baca artikel fashion terlengkap hanya di Laruna.